Kesabaran itu tiada batasannya, manusia sendirilah yang acapkali membatasinya

Kamis, 01 Oktober 2015

Menggunakan Tongkat Ketika Berkhutbah

Print Friendly and PDF
Seringkali kita jumpai pada beberapa masji-masjid tertentu ketika hari jum’at imam atau khatib memegang tongkat ketika sedang khutbah jum’at. Maka timbul pertanyaan, apakah hal ini termasuk sunnah yang ada contohnya dari nabi muhammad saw ?
Mari kita simak beberapa pendapat ulama’ mengenai hal ini,

Pendapat pertama

Hukum menggunakan tongkat ketika khutbah jum’at adalah mustahab (dianjurkan) hal ini dikemukakan oleh mayoritas para ulama’ dari kalangan madzhab malikiyyah, syafi’iyyah dan hanabilah.

Dalam kitab al mudawwanah al kubro imam malik mengemukakan,

وذلك مما يستحب للأئمة أصحاب المنابر ، أن يخطبوا يوم الجمعة ومعهم العصي يتوكؤون عليها في قيامهم ، وهو الذي رَأَيْنا وسَمِعْنا " انتهى. "( المدونة الكبرى: 1/151)

"Dan hal itu (menggunakan tongkat) dianjurkan bagi para imam yang berkhutbah diatas mimbar pada hari jum’at, menggunakan tongkat untuk menopang ketika berdiri, inilah mennurut pendapat kami dan apa yang kami dengar". (al mudawwanah al kubro jilid 1 hal 151)


Dalam kitab al umm Imam Syafi’i juga menuturkan,

أحب لكل من خطب - أيَّ خطبة كانت - أن يعتمد على شيء " انتهى. .)الأم: 1/272)

"Saya suka jika setiap orang yang berkhutbah –khutbah apa sajakah itu- bertopang pada sesuatu". (al umm jilid 1 hal 272).

 Meskipun imam syafi’I tidak menyebutkan secara jelas mengenai tongkat, tetapi jika kita pahami secara umum maka tongkat juga termasuk didalamnya.

Imam Al Buhuti dari madzhab hanbali juga menuturkan,

ويسن أن يعتمد على سيف أو قوس أو عصا بإحدى يديه " انتهى .(كشاف القناع: 2/36)، وانظر: (الإنصاف: 2/397)

"Dan disunnahkan bertopang pada pedang atau busur panah atau tongkat dengan salah satu dari kedua tangannya". (kasysyaf al qonaa’ 2/36) lihat juga (al inshof 2/397)

Lalu apa landasan para ulama’ yang menggalakkan menggunakan tongkat ketika khutbah jum’at ? 

landasan mereka adalah beberapa riwayat hadits, diantaranya yang datang dari sahabat Al Hakam bin Huzn Al Kulafiy,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قام يوم الجمعة (متوكئا على عصا أو قوس فحمد الله وأثنى عليه...) إلى آخر الحديث .

"Bahwa Nabi saw berdiri (khutbah) pada hari jum’at bertopang pada tongkat atau busur panah lalu bertahmid dan memuji Allah swt. . . ." (HR Abu Dawud No 1096)

Imam An Nawawi dalam kitab Al Majmu’ (4/526) menilai hadits diatas derajatnya hasan, Al Albani juga meng-hassan-kan hadits diatas dalam kitab shahih Abu dawud. Namun sebagian para ulama’ juga ada yang menilai lemah hadits diatas, seperti imam ibnu katsir dalam kitab irsyad al faqih (1/196) mengatakan bahwa sanadnya tidak kuat.

Pendapat kedua

Hukum menggunakan tongkat ketika khutbah jum’at adalah makruh. Inilah yang menjadi landasan dalam madzhab hanafi meskipun ada beberapa diantara pakar fiqih madzhab ini yang menyelisihi.

Dalam kitab fatawa at tatar khoniyah disebutkan (dinisbatkan kepada kitab al muhith al burhani karangan mahmud al bukhori bin mazah) disebutkan,

وإذا خطب متكئاً على القوس أو على العصا جاز ، إلا أنه يكره ؛ لأنه خلاف السنة. انتهى. "  (الفتاوى التتارخانية : 2/61)

"Dan apabila ia berkhutbah bertopang dengan busur panah ataupun tongkan maka hal itu boleh, tapi hal itu makruh karena menyelisihi sunnah". (al fatawa at tatar khoniyah 1/61)

Juga dalam kitab fatawa al hindiyyah menurut madzhab hanafiyyah (1/148) disebutkan,

ويكره أن يخطب متكئا على قوس أو عصا. . .

"Dan berkhutbah dengan bertopang dengan busur panah atau tongkat hukumnya makruh".

Imam Ibnul Qoyyim menuturkan dalam kitab zaadul ma’aad (1/429),

ولم يكن يأخذ بيده سيفاً ولا غيرَه ، وإنما كان يعتَمِد على قوس أو عصاً قبل أن يتَّخذ المنبر ، وكان في الحرب يَعتمد على قوس ، وفي الجمعة يعتمِد على عصا ، ولم يُحفظ عنه أنه اعتمد على سيف ، وما يظنه بعض الجهال أنه كان يعتمد على السيف دائماً ، وأن ذلك إشارة إلى أن الدين قام بالسيف : فَمِن فَرطِ جهله ، فإنه لا يُحفظ عنه بعد اتخاذ المنبر أنه كان يرقاه بسيف ، ولا قوس ، ولا غيره ، ولا قبل اتخاذه أنه أخذ بيده سيفاً البتة ، وإنما كان يعتمِد على عصا أو قوس " انتهى.

"Dan rasulullah saw tidak bertopang dengan pedang tidak pula selainnya (ketika berkhutbah), beliau hanya menggunakan busur panah atau tongkat itupun sebelum adanya mimbar, ketika perang beliau saw menggunakan busur panah sebagai topangan dan ketika khutbah beliau menggunakan tongkat sebagai topangan dan tidak pernah didapati dari nabi saw bahwa beliau bertopang pada pedang sebagaimana yang disangkakan oleh orang-orang yang tidak tahu bahwa nabi saw selalu bertopang pada pedang. Dan yang demikian itu mengisyaratkan bahwa agama ini tegak diatas pedang. Dan sebagai bukti dari ketidak tahuannya bahwa tidak pernah didapati nabi menggunakan pedang atau busur atau selainnya setelah menggunakan mimbar. Adapun sebalum adanya mimbar beliau hanya menggunakan busur panah ataupun tongkat bukan pedang".

Jika kita pahami dari ucapan imam Ibnul Qoyyim seolah olah beliau mengisyaratkan bahwa menggunakan tongkat atau selainnya ketika berkhutbah diatas mimbar bukan termasuk sunnah nabi saw.

Kesimpulan
1.      
  1. Perlu kita ketahui bahwa tongkat yang digunakan nabi saw ketika berkhutbah adalah bukan tongkat khusus yang disediakan untuk digunakan diatas mimbar seperti yang ada di era kita saat ini. Tongkat rasulullah adalah tongkat yang biasa beliau bawa kemanapun beliau pergi, sebagaimana ciri khas orang yang hidup di padang pasir..    
  2.  Bahwa tongkat yang digunakan nabi saw adalah sebelum adanya mimbar, dalam hal ini untuk membantu beliau berdiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh Al Utsaimin dalam kitab asy syarh al mumti’ (5/62-63) “menggunakan tongkat ketika berkhutbah diatas mimbar itu sunnah bilamana hal itu dibutuhkan, seperti dalam kondisi yang lemah untuk membantu menopang berdiri karena berkhutbah dengan berdiri itu sunnah dan yang menjadi wasilah kepada sunnah maka menjadi sunnah pula, tapi jika tidak merasa membutuhkan maka tidak perlu menggunakannya”.      
  3. Memang benar bahwa menggunakan tongkat ketika berkhutbah adalah bersumber dari perbuatan nabi saw. Adapun perbuatan beliau ada yang kemudian menjadi tasyri’ ada pula perbuatan yang beliau lakukan sebagaimana manusia biasa. Dan menggunakan tongkat tidak sampai pada tingkatan tasyri’.     
  4.  Katakanlah hal itu adalah sunnah dalam tanda kutip seperti sunnahnya ibnu umar yang begitu sangat kecintaannya terhadap nabi saw sehingga setiap perbuatan beliau saw ia ikuti, seperti ketika keledai atau onta nabi mengeliling sebuah pohon maka ibnu umar mangikutinya atau ketika nabi saw buang hajat di tempat tertentu ibnu umar juga mengikutinya meskipun ia tidak sedang ingin buang hajat. Ibnu umar mendapatkan pahala atas kecintaannya kepada rasulullah.     
  5. Yang menjadi kesalahan adalah ketika para khatib atau imam menganggap bahwa tongkat adalah syarat khutbah jum’at dan khutbah menjadi tidak sah tanpanya.    
  6.  Jika ingin menggunakan tongkat maka tirulah apa yang dilakukan ibnu umar, atas dasar kecintaannya kepada rasulullah bukan atas dasar bahwa hal tersebut menjadi salah satu yang disyari’atkan.


Allahu a’lam bish shawab

                                                                                                                             [avrian/asahpena]





Tidak ada komentar:

Posting Komentar