Atheisme sering dikatakan sebagai
paham yang tidak mempercayai Tuhan, baik itu keberadaannya maupun perannya
dalam kehidupan manusia. Sulit untuk merunut sejak kapan paham ini ada di muka
bumi. Walaupun demikian, banyak orang yang mengklaim bahwa dirinya atheis.
Atheisme mulai diberikan landasan rasional ilmiah ketika Ludwig Feuerbach
menerbitkan karyanya The Essence of Christianity dan melakukan kritik agama
khususnya agama Kristen.
Atheisme model Ludwig Feuerbach
adalah filsafat model “tak lain daripada…”. Hal ini karena pemikiran yang
diajukan hanya melihat sesuatu dibalik/dibelakang masalah yang dibicarakannya.
Bukannya secara jujur mengungkapkan kebenaran dan kesalahan dari agama tapi
langsung masuk kedalam adanya sesuatu di balik layar dari agama itu : “bahwa
agama tak lain daripada….”. Landasan filosofis ini sering disebut dengan nama
Reduksionisme.
Dalam tulisan ini saya hanya
mengungkapkan 4 landasan berpikir para pemikir aliran utama atheisme, tentunya
dengan penjelasan singkat ala kadarnya. Keempat pemikiran itu, yang mempelopori
filsafat kritis terhadap agama, adalah Ludwig Feuerbach, Sigmund Freud,
Friederich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
1.
Atheisme Materialistik (karl Vogt, Huxely dan Lamettra.)
Wujud segala sesuatu dipandang dari
materi dimana segala sesuatunya bias ditangkap atau
diraba,dipegang,disentuh,dicium dan seterusnya. Hakikatnya alam ini adalah
materi atau benda.jiwa dan pikiran adalah materi hanya saja sangat halus
berbeda dengan materi yang lain. Dan menurut mereka segala sesuatu yang tidak
materi itu tidak ada. Tuhan bukan materi, Tuhan tidak bias
dilihat,ditangkap,diraba disentuh, dirasa dan diindera oleh manusia.
Jenis atheisme ini merupakan jenis
yang paling kuno, Penganut atheisme ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw
berdakwah di Mekkah. Dalam Al-Qur’an surah Al Jaafsiyah ayat 24 menjelaskan
bahwa Mekkah ada golongan yang tidak percaya adanya Tuhan dan hari kiamat.
Mereka mengatakan : “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja,
kita mati dan kita hidup dan tidak ada pula yang membinasakan kita selain
masa!”
di mana manusia
dibangkitkan dari kematian. Kenapa mereka tidak percaya? Karena itu tadi, mereka
berlandaskan pada materi yang bisa dilihat, diraba dan diindera. Menurut mereka
alam itu ya alam dunia ini yang pada hakikatnya adalah
materi. Di dunia
inilah terjadi kehidupan dan kematian. Tidak ada alam selain dunia ini. Kematian
dan kehidupan menurut mereka terjadi begitu saja sesuai hukum alam. Menurut mereka,
mereka mati begitu saja. Yang mematikan adalah masa atau waktu. Mereka mengatakan,
'Tidak ada yang membinasakan kita selain masaV Ini berarti, secara
terang-terangan mereka tidak mengakui adanya Tuhan yang berkuasa menghidupkan
dan mematikan.
Atheisme
Materialisme Mencuat pada Abad ke-17 dan ke-19 tokohnya : karl Vogt,
Huxely,dll. Karl Vogt pernah mengatakan : Otaklah yang melahirkan kehidupan
ini, melahirkan pikiran sebagaimana ginjal melahirkan air seni. Maksudnya,
tidak ada wujud selain daripada materi. Tuhan bukan materi, kata Vogt. Jadi ia
tidak ada."
Alasan para
penganut faham materialisme itu sangat lemah. Pada kenyataannya manusia mengakui
adanya sesuatu yang bukan materi. Misalnya hukum. Hukum itu non materi. Dan hukum
itu ada. Diakui semua manusia termasuk para pengikut materialisme. Contoh lain
adalah ide. Siapa bisa mengindera ide? Ide diakui ada
begitu saja
dalam pikiran manusia. Ide. Tapi ide itu ada. Juga spirit. Spirit ada begitu
saja, masuk dalam jiwa manusia. Sama seperti ide, spirit tidak bisa dilihat,
disentuh, dicium atau dirasa dengan panca indera. Tapi spirit itu ada, tak ada
yang mengingkarinya."
"Contoh
lainnya lagi 'waktu. Siapa bisa melihat waktu? Waktu bukan benda. Bukan materi.
Tidak bisa ditangkap indera manusia. Dengan kamera secanggih apa pun manusia
tidak bisa memotret waktu, bentuknya seperti apa. Sebab waktu memang bukan
benda, bukan materi. Tapi waktu itu ada, tak ada yang menyangkalnya.
Otak manusia
meyakini begitu saja waktu itu ada. Jadi, banyak sekali hal-hal yang non materi
yang diakui keberadaannya oleh manusia. Jika mereka bisa mengakui adanya hukum,
ide, spirit dan waktu yang bukan materi, yang tidak bisa ditangkap panca
indera, kenapa mereka mengingkari adanya Tuhan? Jadi, alasan mereka mengingkari
adanya Tuhan itu sangat lemah. Tuhan itu ada, sebagaimana waktu ada. Bahkan, Tuhanlah
yang menciptakan waktu dan segala yang ada!"
2. Atheisme
Psikologi (Sigmund Freud dan Ludwig Van Feuerbach)
Sigmund Freud adalah seorang psikiater yang menciptkan dan
mengembangkan metode Psikoanalisis. Suatu metode/teori yang kemudian menjadi
salah satu aliran besar dalam psikologi. Sedangkan Feuerbach adalah
orang yang pertama kali memberikan landasan rasional ilmiah terhadap atheisme.
Dia juga adalah salah satu pendukung filsafat dialektis Hegelian.
Psikologi
semestinya dapat menguatkan iman seseorang tentang keberadaan Tuhan. Karena psikologi
adalah penjelajahan perasaan, batin dan jiwa manusia. Namun untuk satu ini
bukanlah seperti itu namun suatu paham yang tidak meyakini adanya Tuhan melalui
penghayatan ilmu jiwa atau psikologi. Tuhan diyakini hanya semacam proyeksi
dari rasa sakit psikologis, sehingga manusia membutuhkan sosok yang adi kodrati
sebagai tempat berlindung kegelisahan psikisnya. Persis seorang anak yang
merintih meminta perlindungan pada ayahnya.
Menurut Sigmund
Freud dan Ludwig Van Feuerbach yang merupakan ahli psikologi Jerman pada abad
ke-19.“Mereka berdua mengingkari Tuhan dengan alasan psikologi. Menurut mereka
bertuhan adalah jiwa kekanak-kanakan yang dibawa hingga dewasa. Menurut Freud,
saat kecil manusia lemah. Ia mengalami banyak kekurangan untuk memenuhi kebutuhannya.
Meja begitu tinggi bagi seorang bocah. Ia tidak bisa menggapai benda di
atasnya. Kursi terasa berat, ia tidak kuat mengangkatnya. Ia melihat ayahnya
bisa melakukan apa saja. Mengambil benda di atas meja. Mengangkat kursi. Begitu
mudah. Ia kagum pada ayahnya. Ayahnya ia lihat mahakuasa. Ia menjadi sangat
memerlukan ayahnya. Ketika anak itu sudah dewasa ia menciptkan Tuhan dalam
benaknya. Tuhan yang ia sebut dalam doanya untuk memenuhi
keinginan-keinginannya. Persis waktu ia kecil dulu saat minta pada ayahnya.
Jadi Tuhan, menurut Freud, hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat
bertumpu atas segala keinginannya. Freud mengingkari adanya Tuhan dengan alasan
seperti itu. Agama menurut Freud dan Freuebach hanya cerminan keinginan
manusia.”
Untuk jenis
dari atheisme ini dari awal sampai akhir lemah, dasar falsafah mereka juga lemah.
Kita tanya pada anak-anak kecil di sekitar kita tentang Tuhan, mereka akan
menjawab Tuhan itu ada.
Jadi pengalaman
psikologi seperti yang digambarkan Freud sangat jauh dari kebenaran. Freud menggambarkan,
ketika orang sudah dewasa dia menciptakan Tuhan dalam benaknya. Yaitu Tuhan yang
dia sebut dalam doanya untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Persis waktu ia
kecil dulu saat minta tolong ayahnya. Ini sungguh gambaran yang sangat lucu
sekali. Bagaimana dengan orang yang sejak kecil telah mengenal Tuhan, dan
mengakui Tuhan itu ada? Atau bagaimana dengan anak yatim piatu yang tidak punya
bapak dan tidak punya ibu. Hidup sebatangkara sejak kecil, namun ketika dewasa mengakui
adanya Tuhan. Apakah Tuhan yang diakuinya terlahir dalam benaknya sekadar untuk
memenuhi keinginan-keinginannya, persis waktu ia kecil dulu saat minta tolong ayahnya.
Bagaimana ia punya pengalaman minta tolong pada ayahnya padahal ia tidak punya
ayah?"
Freud dan
Feuerbach sama-sama meyakini bahwa agama tak lain hanyalah cerminan keinginan
manusia. Karenanya, agama juga khayalan otak manusia belaka. Pertanyaannya, benarkah
agama itu merupakan keinginankeinginan? Kodrat manusia menghendaki terpenuhi secara
baik kebutuhan jasmani dan ruhaninya. Nafsu seks manusia menghendaki perhenuhan
dengan wanita mana saja tanpa batasan atau larangan. Demikian pula nafsu
perutnya. Tetapi agama melarang pemenuhan demikian.
Manusia wajib
memenuhi tuntutan perut dan seksnya dengan beberapa aturan. Manusia wajib menjaga
dorongan seksnya. Manusia tidak boleh melampiaskan keinginan seksnya kecuali
pada pasangannya yang sah. Manusia tidak boleh mengisi
perutnya kecuali
dengan yang halal. Manusia harus mengerjakan shalat, puasa, membayar zakat, shadaqah
dan itu bukan suatu keinginan. Tapi kewajiban dan tuntutan yang diajarkan agama.
Jika manusia
merupakan keinginan, mengapa banyak rasul yang membawa agama itu justru menderita,
disingkirkan, diteror, bahkan ada yang dibunuh. Jika agama cerminan keinginan,
seharusnya semua rasul diterima dengan penuh sukacita oleh kaumnya.
Kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi tidak benar agama merupakan keinginan-keinginan.
Dan tidak benar anggapan Tuhan hanya rekaan benak manusia. Tuhan
memang benar-benar
ada. Dan agama yang benar seperti Islam adalah agama yang diwahyukan Tuhan. Bukan
cermin keinginan-keinginan manusia!"
3. Atheisme Marxisme (Karl Marx)
Pencetusnya
adalah Karl Marx. kemudian diteruskan oleh Lenin dan dikukuhkan oleh stalin dan
seterusnya. Marxisme yang melahirkan komunisme juga pernah hidup dan berkembang
di Indonesia dimana hal ini menjadi ideologi yang dijiwai olehPartai Komunis
Indonesia atau PKI yang hamper meruntuhkan Republik Indonesia dengan
pemberontakan G-30/SPKI tahun 1965.
Karl Marx
menggabungkan atheisme materialism dan atheism psikologi. Ia terang terangan
memusuhi Tuhan dan agama. Agama yang dianggap sebagai candu yang meninabobokan
manusia kepada
kehidupan khayali. Agama adalah khayalan manusia yang gagal membangun surga dunia. Lalu ingin membangun surga di akhirat.
Marxisme yang
dibawa olehnya mengajak manusia untuk mendirikan surga dunia karena dunia
adalah segalanya.
Pernyataannya itu tidak berlaku untuk semua agama,
terutama Islam. Islam itu tidak hanya membangun kebahagiaan di akhirat, tetapi
juga kehidupan di dunia. Bahkan dunia ini dijadikan sebagai ladang kebahagiaan
akhirat.
"Rasul Islam yaitu Muhammad Saw. Menyeru kepada
umatnya untuk bekerja keras membangun kejayaan duniawi, sebagaimana menyeru
umatnya beribadah sebaik-baiknya untuk membangun surga ukhrawi. Islam sendiri
dengan terang dan tegas memerintahkan pemeluknya agar berkerja untuk dunianya
seakan-akan mereka akan hidup selamanya, dan beribadah untuk akhiratnya seolah-olah^
mereka akan mati besok pagi!'
"Dalam
hadis yang lain Rasul memberitahukan, seseorang yang bekerja untuk
anak-anaknya, maka pahalanya sama dengan berjuang di jalan Allah. Beliau juga
menjelaskan, harta yang diinfakkan untuk jihadfi sabilillah, harta yang
digunakan untuk memerdekakan budak, harta yang diberikan pada fakir miskin dan
harta yang dibelanjakan untuk keluarga, di antara semua itu, maka yang paling
besar keutamaannya adalah harta yang dibelanjakan untuk keluarga. Betapa Islam
mengajak manusia mencapai kebahagiaan dunia. "Lalu Rasulullah menegaskan,
'Dunia adalah ladang akhirat!' Kaitan dunia dengan akhirat begitu eratnya. Yang
dipetik di akhirat adalah apa yang ditanam di dunia. Tanpa keberhasilan seseorang
menempatkan dirinya di dunia ia tidak akan berjaya di akhirat. Islam
mengajarkan keseimbangan dunia dan akhirat. Tidak boleh ada yang timpang salah
satunya. Begitu Islam mengajarkan."
3. Atheisme Optimisme ( Friederich
Nietzsche).
“Whiter is God, ‘he cried. ‘I shall tell you. We ahve killed
Him-you and I. All of us are murderers…God is dead. God remain dead. And we
have killed him…” (Friederich Nietzsche, The Gay Science, 1882).
Kutipan diatas adalah salah satu pernyataan Nietzsche dalam
bukunya. “God is Dead” yang dikatakan oleh Nietzsche bukanlah pengertian Tuhan
secara literal. Jika Tuhan telah mati berarti pada suatu saat Tuhan pernah ada.
Apa yang dinyatakan oleh Nietzsche adalah kematian keagamaan di Eropa.
Pengertian God is Dead adalah Tuhan dalam konteks kekristenan di Eropa. Bahwa
kepercayaan terhadap Tuhan (pada saat itu adalah Kristen) adalah kepercayaan
yang salah. Tuhan tidaklah lagi dapat dipercayai, dan oleh karena itu Dia telah
mati, dan seandainya Dia belum mati, adalah tugas manusialah untuk membunuhnya
(and we have killed him…).
Pandangan Nietzsche melegitimasi pandangan dalam bidang keilmuan
(science) bahwa ilmu pengetahuan akan mengeluarkan Tuhan dari ranah
kehidupan manusia. Filsafat, ilmu pengetahuan, politik dan bidang-bidang lain
akan memperlakukan Tuhan sebagai sesuatu yang tidak relevan dan tidak humanis.
Dan tentu saja
pemikiran Nietzsche samasekali tidak benar. Bagaimana membuktikan
pemikiran
Nietzsche samasekali tidak benar?
Mudah saja, begini,
Nietzsche begitu optimis akan mukjizat ilmu pengetahuan yang dengan kekuatannya
menusia dapat menguasai alam, dan bila demikian, maka Tuhan tidak diperlukan
lagi. Benarkah ilmu pengetahuan dapat menjanjikan optimisme yang diyakininya bahwa
manusia akan dapat menguasai alam? Tidak
diragukan lagi, manusia dengan ilmu dan teknologinya telah mencapai kemajuan
yang luar biasa. Sekali peristiwa terjadi di ujung dunia, pada saat yang sama
dapat dimonitor pada ujung
dunia yang
lain. Sekali gagang telpon diangkat, komunikasi antarbenua dapat terlaksana. Manusia
telah berhasil melakukan cangkok ginjal, cangkok jantung dan bahkan mampu
menggandakan makhluk hidup dengan cara cloning. Berbagai penyakit berbahaya
seperti TBC, infeksi, raja singa bisa diatasi. Manusia merasa semakin maju ilmu
pengetahuan dan teknologinya, semakin kecil masalah yang tidak bisa diatasinya,
sehingga pada
suatu saat akan sampai pada batas di mana semua masalah akan dapat diatasi.
Tetapi apa yang
terjadi tidaklah demikian. Batas di mana manusia ingin mencapainya ternyata
selalu mundur sejalan dengan kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Suatu
masalah dapat ditangani, masalah lain muncul.
Demikianlah!
Maka selamanya manusia tidak akan dapat mencapai batas itu. Ilmu pengetahuan tidak
dapat mendeteksi kapan persisnya gempa terjadi. Kalau pun bisa mendeteksi,
tetap saja ilmu pengetahuan tidak dapat menolak terjadinya
gempa. Demikian
pula untuk selamanya manusia tidak akan melepaskan diri dari ketuaan dan kematian.
Kenyataan ini menyadarkan dia sebagai makhluk lemah. Membawa dia kepada
keyakinan akan adanya suatu Dzat yang kuasa sepenuhnya, yang dapat mengobati
segala penyakit. Yang dapat menghidupkan dan mematikan. Yang tidak terbatas kekuasaannya.
Tidak terpengaruh oleh waktu. Yang kekal abadi tidak terkalahkan oleh kematian,
sebab Dialah pencipta kematian. Dialah Tuhan! Dialah Allah,Tuhan seru sekalian alam.
Jadi hanya
orang gila yang mengatakan Tuhan telah mati atau telah sirna. Sebagaimana sejarah
mencatat Nietzsche pada akhirnya adalah gila. Dia mati mengenaskan dalam
keadaan gila! Tak ada yang membantah kenyataan ini. Maka agar kalian tidak
gila, kalian jangan mengikuti Nietzsche!"
4. Atheisme Eksistensialisme (Jean-Paul Sartre)
Sartre adalah salah satu tokoh
terkemuka dalam Filsafat Eksistensialis. Dia adalah orang yang pertama kali
menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Atheisme adalah salah satu inti
dari filsafat Sartre.
Sartre menolak konsep tentang Tuhan karena konsep Tuhan berisi
kontradiksi dalam dirinya sendiri (self-contradiction). Sartre
mendefinisikan Tuhan sebagai konsep yang being-in-itself-for-itself.
Konsep Tuhan sebagai in-itselfmemproposisikan
bahwa Dia adalah eksis, sempurna dalam dirinya sendiri, dan secara total tidak
relevan. Sedangkan konsep for-itself memformulakan bahwa Dia adalah bebas
secara sempurna dan tidak terikat terhadap apapun. Kesimpulan logika haruslah
menolak konsep seperti ini karena konsep ini berisi kontradiksi dalam dirinya.
(Jean-Paul Sartre, Being and Nothingnes : An Essay in Phenomenological
Onthology, 1943).
Selain itu, konsep keberadaan Tuhan membatasi kebebasan dan
eksistensi manusia. Konsep Tuhan diadopsi oleh manusia untuk memberiarti dunia
ini. Manusia menemukan konsep ini untuk menerangkan sesuatu yang tidak dapat
diterangkan (explain the unexplainable). Konsep Tuhan adalah keinginan
manusia untuk memenuhi ketidaksempurnaan dan ketidakmampuannya.
Ya, kira-kira begitulah pendapat yang dikemukakan oleh Jean-Paul
Sartre. Allohu a’lam…..
Semoga bermanfaat…… dan kita terhindar dari pemikiran-pemikiran
atheisme dan furu’-nya.
Karena ia ada
mengintai kita==============seperti angin kematian yang siap berhembus
Menyesatkan jiwa-jiwa
yang hampa===========kosong dari belaian air suci kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar